Wahai Istri, Suami yang Mengucapkan Selamat Ulang Tahun Itu Jahat!


Seorang wanita yang baru setahun menikah terlihat gelisah. Sudah hampir pukul dua belas malam suaminya belum pulang, tadi pagi sebelum berangkat kerja suaminya juga diam saja. Padahal biasanya selalu mesra, mengatakan dirinya cantik atau sekadar memuji betapa beruntungnya memiliki istri yang selalu memuliakan suami dengan masakan yang sangat lezat. Tiba-tiba pintu diketuk, saat dirinya membukanya terlihat kue ulang tahun dengan sepasang lilin berbentuk angka 25 menyala.
“Selamat ulang tahun, Mamah tersayang…”
Mendapat sodoran kue ulang tahun, wanita itu menangis. Dalam pikiran suami, pasti istrinya terharu sebab sudah diberi kejutan yang begitu indah.
“Duh! Jangan nangis, ini tidak ada apa-apanya. Mamah tidak perlu merasa terharu.”
“Papah jahat! Mengapa tega merayakan berkurangnya jatah hidup Mamah?”
Alangkah terkejutnya sang suami mendengar apa yang diucapkan istrinya.
“Bukan begitu. Justru ini wujud syukur atas bertambahnya usia Mamah.”
“Bertambah di dunia, tetapi dalam bilangan maut tentu berkurang. Lagipula dalam ajaran agama Islam, tidak diperbolehkan merayakan hari ulang tahun, sebab tradisi perayaan ulang tahun itu kebudayaan kerajaan Eropa padahal seperti yang diriwayatkan dalam Hadis Riwayat Abu Dawud, Rasulullah bersabda ‘Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka’. Apakah kiblat keimanan kita sudah berpindah kepada kebudayaan bangsa Eropa?”
“Papah hanya berniat merayakan ulang tahun dalam artian mendoakan agar yang berulang tahun memperoleh keselamatan, apa tidak boleh?”
“Kalau berniat mendoakan mengapa membawa simbol lilin? Pernahkah ibadah umat Islam disimbolkan dengan lilin pada saat mendoakan?”
“Tetapi kan ada kue ulang tahunnya, jadi anggap saja mendoakan sembari kita makan-makan. Bukankah kue ini halal dimakan?”
“Papah… Berdoa dan makan-makan memang halal. Tetapi bila dilakukan pada hari seseorang berulang tahun, apalagi disertai perlambangan lilin bisa terkena hukum haram ber-tasyabbuh bil kuffar, artinya menyerupai orang-orang kafir. Dalam hal ini, kue ulang tahun yang papah berikan memiliki kehalalan sekaligus keharaman.”
“Kehalalan sekaligus keharaman? Bagiamana bisa?”
“Kue ulang tahunnya halal, namun motif di balik pemberian kue ulang tahun yang menyaran maksud perayaan jelas melanggar syara atau hukum Islam. Sehingga apabila ditinjau secara kaidah syara’ ada hukum yang menyatakan ‘Idza ijtama’a al halaalu wal haraamu, ghalaba al haramu al halaala, jika bertemu halal dan haram (pada satu keadaan) maka yang haram mengalahkan yang halal.”
“Maafkan Papah, Mah. Papah pikir ulang tahun itu patut dirayakan, sebab banyak yang melakukan demikian. Terima kasih atas pelajaran berharga pada hari ini.”
“Mamah juga minta maaf, bukan tidak menghargai usaha Papah. Namun, sebagai makmum rumah tangga sudah kewajiban Mamah mengingatkan apabila ada hal-hal yang memang melanggar hukum Allah.” (islampos)