Ini Pesan Sederhana untuk Perempuan Pesolek


Perempuan-perempuan pesolek, wajahmu yang menawan hanya sekadar polesan, bergiat dandan untuk menarik perhatian. Saat dipuji cantik, pipi bersemu kemerahan. Hati bergetar dilanda gemuruh kasmaran. Kemudian tumbuh kesukaan, saling umbar rayuan hingga berujung pada pacaran.
Jika kosmetik yang berlebihan engkau jadikan umpan menarik birahi para lawan jenis. Sungguh hidupmu begitu tragis. Apalagi kalau kesukaan berujung pada pacaran malah akan semakin miris. Sebab cinta dan kesukaan bedanya berlapis-lapis. Kesukaan hanya membuatmu jadi pemuja iblis karena bergiat syahwat tanpa ijab kabul yang mesti agamis. Akhirnya kesucianmu diserahkan pada kekasihmu secara gratis. Bukankah hal yang demikian akan membuat harga dirimu terjamah najis.

Harusnya dirimu berguru pada embun dalam menafsir semesta asmara. Embun tak perlu warna untuk bisa membuat daun jatuh cinta [*]. Ia polos di rupa namun anggun di takwa. Baginya membasah selembar daun dengan bening ialah petanda pagi telah menjelma. Menikahi pepucuk daun agar terjaga kelembabannya. Sebab air dan tumbuhan ialah karib rumah tangga yang bersetia. Mereka saling menyempurnakan satu sama lain atas izin-Nya. Menuju kecintaan perindu yang tiada bosan setiap harinya. Pagi-pagi embun mengecup daun dengan sepenuh cinta, lalu merantau di punggung mentari yang mencahya. Esok harinya embun kembali mengecup daun dengan sebegitu mesra, tiada kebosanan melakukan itu hingga akhir masa.

Dari itu, ubahlah tabiatmu perempuan-perempuan pesolek. Biar dikata rupamu jelek karena tanpa hiasan make up bermerek. Namun jiwamu sungguh intelek. Merias rupa untuk suamimu agar kemesraan rumah tangga terus terkorek. Saling memagut birahi hingga tergolek. Untuk menciptakan anak-anak yang kibar takwanya terus terkerek. Sungguh pacaran itu serupa kertas bekas yang mesti dirobek. Sedang pernikahan ialah lembar kertas yang menyurat doa agar kebahagiaan dapat terderek. (islampos)